Pengertian Hama dan Penyakit Hutan
Perlindungan hutan mengutamakan pencegahan awal terjadinya atau perkembangan suatu kerusakan melalui perencanaan silvikultur dan pengelolaan yang baik. Apabila diwujudkan maka prosedur itu akan lebih efektif daripada pengendalian langsung setelah kerusakan besar terjadi.
Oleh karena itu teknik pencegahan dan pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT) di sektor kehutanan perlu segera mendapatkan perhatian khusus, karena masalah OPT sektor kehutanan di Indonesia masih kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan kegiatan perlindungan hutan yang lain.
Upaya ini harus ditempuh karena masalah OPT merupakan bagian integral dari kegiatan pengelolaan hutan. Para ahli kehutanan mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan, baik yang berasal dari luar hutan maupun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan hutan dapat terdiri dari organisme hidup (biotik) atau faktor-faktor lingkungan fisik (abiotik).
Penyebab kerusakan hutan dari organisme salah satunya adalah penyakit hutan. Penyakit hutan dapat menimbulkan kerugian antara lain menguangi kuantitas dan kualitas hasil dan meningkatnya biaya produksi (Anggraeni, 2012).
Hama Hutan
Haneda (2006) menyatakan bahwa hama hutan mempunyai arti secara umum dan khusus. Pengertian umum adalah binatang yang menimbulkan kerusakan dan kerugian pada sumber daya hutan. Sedangkan pengertian secara khusus adalah hama hutan yang terbatas pada binatang perusak tanaman hutan yang menimbulkan kerusakan, dengan tingkat kerugian yang melampui batas toleransi (ambang ekonomi). Kerusakan ini berdampak pada tingkar kerugian ekonomi yang cukup berarti.
Hama hutan menurut Anggraeni (2012) merupakan semua binatang yang menimbulkan kerugian padapohon hutan dan hasil hutan seperti serangga, bajing, tikus, babi, rusa dan lain-lain. Tetapi kenyataan di lapangan hama yang potensial dan eksplosif menimbulkan kerugian adalah dari golongan serangga. Sehingga masyarakat umumnya mengindentifikasikan hama sama dengan serangga.
Serangga dapat secara langsung merusak hutan dan hasil hutan, tetapi ada juga yang hanya bersifat predator dan paradif terhadap perusak. Disamping itu ada opula jenis serangga yang tidak termasuk parasit dan predator tetapi mempunyai peranan yang sangat penting di dalam hutan.
Sebagai contoh, adanya jenis-jenis serangga yang hidup pada pohon atau dibawah hutan yang sangat membantu proses pelapukan sisa-sisa kayu yang ada dalam hutan. Jenis serangga ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam hutan, tetapi kurang memperoleh perhatian sehingga kurang sekali diketahui aktifitasnya (Sila dan Nuraeni, 2009).
Pencegahan hama hutan dapat dilaksanakan menggunakan metode silvikultur dan penerapan peraturan/undang-undang. Adapun pengendalian hama dapat dilakukan secara bilogis, fisik-mekanis, dan kimia. Dalam praktik/pelaksanaannya dilapangan baik pengendalian maupun pencegahan dapat menggunakan satu atau beberapa metode (kombinasi). Bila digunakan kombinasi metode maka disebut pengelolaan hama terpadu (Haneda, 2006).
Penyakit Hutan
Haneda (2006) menyatakan bahwa penyakit hutan adalah mikroorganisme (jamur, bakteri dan virus), berbagai jenis cacing dan tumbuhan tingkat tinggi yang menimbulkan kerugian pada sumber daya hutan. Penyebab penyakit disebut patogen.
Penyakit menurut Anggraeni (2012) merupakan adanya kerusakan proses fisiologis yang disebabkan oleh suatu tekanan/gangguan yang terus menerus dari penyebab utama (biotik/abiotik) yang mengakibatkan aktivitas sel/jaringan menjadi abnormal, yang digambarkan dalam bentuk patologi yang khas yang disebut gejala/tanda. Gejala/tanda inilah yang memberikan petunjuk apakah pohon di dalam hutan sehat atau sakit.
Faktor utama yang memungkinkan hama dan penyakit dapat berkembang dengan baik, yaitu adanya tanaman inang (tanaman hutan) yang rentan dalam jumlah cukup, adanya hama dan patongen yang ganas, kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan hama dan penyakit tersebut, dan manusia yang ikut mendukung timbul atau tidaknya suatu hama-penyakit.
Hama dan penyakit menyerang hutan mulai dari biji, bibit di persemaian, tanaman muda di lapangan, tegakan siap tebang, sampai pada hasil hutan yang berada dipenyimpanan. Serangan hama dan penyakit juga tidak memilih, hampir seluruh bagian tanaman diserangnya dari akar, batang, sampai pada daun Anggraeni (2012).
Bentuk-bentuk kerusakan hutan yang disebabkan oleh hama dan penyakit (Firdara dkk., 2019) adalah:
- Bagian daun : berlubang, bercak-bercak putih/coklat/hitam, berbintik-bintik, menggulung, melipati, tinggal rangka daun, keriting, rontok, layu, dan berbintil-bintil.
- Bagian pucuk : layu, patah, berlubang, keriting, dan mati.
- Bagian batang dan akar : berlubang, bengkak, akar putus, dan retak.
- Bagian buah, biji dan bunga : berlubang, berubah warna, dan busuk.
- Perencaan dan manajemen ekosistem untuk mencegah supaya serangga tidak menjadi hama.
- Mengindetifikasi masalah hama yang potensial.
- Pemantauan populasi hama dan serangga berguna, tingkat kerusakan dan kondisi lingkungan.
- Menggunakan ambang ekonomi untuk membuat keputusan.
- Penurunan populasi hama dengan kombinasi beberapa teknik.
- Membuat evaluasi keefektifan dari perlakuan yang sudah dilakukan sebgai dasar untuk rencana yang akan datang.
Kesimpulan yang bisa kita kutip yaitu, bahwa hama hutan adalah binatang yang menimbulkan kerusakan dan kerugian pada sumber daya hutan, sedangkan penyakit hutan adalah adalah mikroorganisme (jamur, bakteri dan virus), berbagai jenis cacing dan tumbuhan tingkat tinggi yang menimbulkan kerugian pada sumber daya hutan.
Sekian artikel yang membahas tentang pengertian hama dan penyakit hutan, semoga bermanfaat bagi para pembaca.
"Salam Lestari"
Sumber :
Anggraeni, I. 2012. Penyakit Karat Tumor Sengon dan Hama Cabuk Lilin pada Pinus. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
Firdara, dkk., 2019. Panduan Praktikum Mata Kuliah Perlindungan dan Pengamanan Hutan. UPR. Palangka Raya.
Haneda, N.F. 2006. Module Pelatihan Hama dan Penyakit Hutan. IPB. Bogor.
Sila, M. & Nuraeni, S. 2009. Buku Ajar Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Universitas Hasanudin. Makassar.