Pelet Kayu Sebagai Bahan Energi Terbarukan
Peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi suatu wilayah mengakibatkan kebutuhan energi menurut tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan penggunaan tenaga berdasarkan bahan baku yang asal berdasarkan fosil bisa mengakibatkan tingginya emisi gas rumah kaca.
Menurut Yilmaz & Selim (2013) produksi karbon dioksida (CO2) di dunia waktu ini sudah meningkat menurut 4 juta ton/tahun sebagai 28 juta/tahun, sehingga perlu penyediaan sumber tenaga pengganti yg ramah lingkungan menggunakan jumlah yg melimpah dengan harga terjangkau.
Salah satunya yaitu biomassa yg adalah bahan bakar yg bersifat ramah lingkungan yang dapat digunakan menjadi pengganti bahan bakar fosil & mengurangi terjadinya pemanasan global, serta mempunyai porto produksi yang rendah (Qian et al, 2011).
Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan sumber energi terbarukan, salah satunya yaitu pelet kayu. Pelet kayu adalah jenis bahan bakar padat berbasis limbah biomassa yang memiliki ukuran lebih kecil dari briket (Windarwari, 2011). Bahan tambahan perekat tapioka dan sagu merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan pelet kayu karena mudah didapat, harganya relatif murah dan dapat menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi serta tidak membahayakan dalam penggunaanya.
Penggunaan perekat tidak melebihi 5% lantaran semakin akbar penambahan perekat, maka akan menyebabkan bertambahnya kadar air pada pelet kayu. Hal ini akan mengurangi nilai pembakaran pelet kayu.
Windarwari (2011) membicarakan bahwa proses pemampatan biomassa pelet dilakukan buat:
- Meningkatkan kerapatan energi bahan.
- Meningkatkan kapasitas panas (kemampuan untuk menghasilkan panas dalam jangka waktu yang lebih lama dan mencapai suhu yang lebih tinggi).
- Mengurangi jumlah abu pada bahan bakar.
Biopelet diproduksi oleh suatu alat dengan mekanisme pemasukan bahan secara terus menerus serta mendorong bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses pembuatan biopelet adalah menggunakan proses densifikasi. Proses densifikasi dilakukan pada bahan berbentuk curah atau memiliki sifat fisik yang tidak beraturan. Terdapat tiga tipe proses densifikasi, antara lain: extruding, briquetting, dan pelleting.
Sebelum ketiga proses ini, terlebih dahulu bahan baku yg digunakan diubah sebagai bubuk yang dihaluskan dengan melakukan penyaringan menggunakan berukuran eksklusif. Selanjutnya, bahan baku yg halus tadi dicampurkan dengan memakai perekat dan diaduk secara merata buat dijadikan adonan.
Selanjutnya, proses densifikasi akan berlangsung. Pada proses extruding, bahan dimampatkan menggunakan sebuah ulir (screw) atau piston yang melewati dies sehingga menghasilkan produk yang kompak dan padat. Proses briquetting menghasilkan produk berbentuk seperti tabung dengan ukuran diameter dan tinggi yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Proses pelleting terjadi karena adanya aliran bahan dari roll yang berputar disertai dengan tekanan menuju lubang-lubang pencetak biopelet.
Peletisasi merupakan proses pengeringan dan pembentukan biomassa dengan menggunakan tekanan tinggi untuk menghasilkan biomassa padat berbentuk silinder dengan diameter maksimum 25 mm. Biopelet serbuk gergajian yang dihasilkan mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan biopelet yang dari biomassa lainnya misalnya serbuk kayu sengon yang memenuhi standar mutu berdasarkan nilai kerapatan, kadar air, dan nilai kalornya (Winata A, 2013).
Sekian artikel yang membahas mengenai pelet kayu ini, semoga berguna bagi para pembaca.
"Salam lestari"
Sumber :
Yilmaz, S., dan Selim, H. 2013. A Review on the Methode for Biomass to Energy Conversion Systems Design. Renewnable and Sustainable Energy Review, 25 (c), 420-430.
Qian et al. 2011. Combustion and no Emission of High Nitrogen Content Biomass in a pilot-Scale Vortexing, Fluidiced Bed Combustor. Bioresoure Tecnology, 102 (2), 1892-1898.
Windarwari. 2011. Uji Kinerja Rotary Dryer dari Efisiensi Termal Pengeringan Serbuk Kayu buat Pembuatan Biopelet. Jurnal Teknik Kimia No. Dua, Vol. 21, April 2011.