Makalah Pengeringan dan Pengawetan Kayu

kayu

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu merupakan bahan standar yg diharapkan sang industry buat berbagai keperluan seperti bahan bangunan, perabot rumah tangga, hingga pada bahan dasar pulp dan kertas.

Tingginya taraf kebutuhan bahan baku kayu berkualitas berdampak pada keadaan hutan alam sebagai produsen kayu kualitas prima pada Indonesia. Hutan alam mengalami kerusakan parah karena tidak diimbangi dengan penanaman pulang pohon yg sudah ditebangi (Abdika, 2007).

Alternatif bahan baku yang berkualitas terus dicari contohnya dengan menggunakan kayu cepat tumbuh (fast growing spesies) yang berasal dari hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat. Seperti diketahui bahwa kayu yang berasal dari kayu cepat tumbuh memiliki kelemahan seperti kekuatan dan ketahanannya yang lebih rendah dibandingkan kayu komersial yang sering dijadikan bahan baku industry. Sebagai bahan baku terutama bahan baku mebel dan furniture dapat menurunkan efisiensi pemanfaatan bahan baku.

Kayu yang diperoleh dari pohon hutan Negara atau hutan masyarakat & pekarangan pada bentuk log (kayu bulat) tidak atau belum siap pakai. Kayu yang siap pakai pada umumnya dalam bentuk sortimen persegi syarat kemarau udara. Untuk menerima sortimen persegi, log harus melalui tahapan penggergajian kayu sedang untuk mendapatkan kayu kering udara harus dilakukan teknologi peningkatan nilai guna kayu.

Teknologi peningkatan nilai guna kayu terus dikembangkan pada upaya menaikkan kayu. Misalnya teknologi yg digunakan teknologi pengeringan kayu. Pengeringan kayu adalah tindakan menurunkan kadar air yg masih ada pada kayu hingga pada kadar air yang bertujuan buat memanfaatkan faktor suhu, kecepatan angin, tingkat kelembaban juga elektromagnetik (Abdika, 2007).

Dimana teknologi pengeringan kayu dimulai dari teknologi pengeringan alami, kiln drying dan teknologi buatan (modifikasi) yang telah dikembangkan oleh para ahli. Teknologi pengeringan buatan memiliki banyak keuntungan dibandingkan metode alami.

Keuntungan yang didapatkan merupakan saat yg dibutuhkan lebih singkat dibandingkan waktu yang dipakai dalam pengeringan alami. Berdasarkan hal tadi, maka makalah pengeringan & pengawetan kayu disusun buat membahas gambaran umum tentang pengeringan kayu.

1.Dua Rumusan Masalah

Rumusan perkara pada makalah pengeringan & pengawetan kayu, merupakan menjadi berikut:

1. Bagaimana cara penumpukan sortimen kayu?

Dua. Bagaimana cara pengeringan kayu?

Tiga. Bagaimana proses pengeringan kayu secara buatan?

1.3 Tujuan Makalah

Tujuan makalah pengeringan dan pengawetan kayu ini merupakan menjadi berikut:

1. Untuk memahami dan mengetahui cara penumpukan sortimen kayu.

2. Untuk mengetahui cara pengeringan kayu.

Tiga. Untuk tahu dan mengetahui proses pengeringan kayu secara protesis.

II. ISI

2.1 Proses Penguapan Air Kayu

Perlakuan pengeringan kayu adalah bisnis yang relatif murah pada pada menignkatkan kualitas kayu. Jika terdapat pengaruh serangan organism perusak kayu, maka sortimen kayu wajib pula dilakukan upaya pengawetan, sedangkan jika terdapat efek adanya pecah & retak-retak, maka sortimen atau produk kayu harus juga dilakukan upaya stabilitasasi dimensi. Ada enam tujuan yg ingin dicapai di dalam pengeringan kayu, yaitu (Hunt dan Garratt 1989; Kasmudjo 2001):

  1. Agar kayu menjadi lebih ringan. Dengan kayu yang lebih ringan kapasitas pemindahan atau pengangkutannya akan lebih banyak, sehingga menghemat waktu dan biaya.
  2. Agar sifat-sifat kayu menjadi lebih baik, antara lain kekuatannya dapat lebih meningkat.
  3. Agar kayu lebih stabil dan minimal mengalami perubahan dimensi kayu. Perubahan dimensi yang besar dapat menurunkan kualitas kayu, misalnya kayu menjadi retak dan pecah-pecah.
  4. Agar kayu lebih terhindar dari serangan jamur, cendawan, dan lain-lain serangga perusak kayu.
  5. Agar kayu lebih mudah direkat. Kayu yang kering porinya relative terbuka (lebih kosong) sehingga perekat mudah mengisinya dan kemudian mengeras.
  6. Agar kayu lebih mudah diawetkan. Dianjurkan kayu yang akan diawetkan mempunyai kadar air 15-20%.

Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa ada dua air yang dikandung dalam sepotong kayu adalah menjadi berikut:

1. Air terikat adalah air yg terikat berada di dalam dinding sel kayu.

Dua. Air bebas adalah air yg berada mengisi rongga sel kayu.

Kayu yang mulai kemarau, maka yang keluar (menguap) lebih dahulu merupakan air bebasnya baru kemudian diikuti sang air terikatnya. Air terikat yg mulai menguap akan diikuti secara perlahan adanya penyusutan kayu. Penyusutan kayu dimulai apabila kadar air kayu mulai melewati titik jenuh serat. Titik jenuh serat terjadi akibat kondisi kadar air 25-30%.

Selanjutnya apabila kadar air kayu terus berkurang maka penyusutan kayu terus berkurang sampai pada kondisi kayu dengan kadar air seimbang (equilibrium moisture content). Kondisi kadar air kayu seimbang disebut juga kondisi kering udara, kering angin dan biasanya telah siap pakai, karena pada saat itu telah dicapai kestabilan kayu yang optimal. Menurut Kasmudjo (2010) menyatakan bahwa kadar air kering udara di Indonesia adalah 10-18%.

Adapun beberapa kondisi positif dari katu kering udara merupakan sebagai berikut:

1.  Kayu sudah stabil (dimensi)

2. Kayu minimal dapat diserang jamur, cendawan, & lain-lain organism perusak kayu

tiga. Kayu pada syarat paling gampang dikerjakan.

Dua.Dua Cara Penumpukan Sortimen

Cara penumpukan sortimen kayu yang dikeringkan herbi kapasitas ruang (tempat pengeringan). Pemanfaatan ruang yang optimal berarti efisien dan efektif sehingga produktifitas pengeringan tinggi. Selain itu cara penumpukan pula berhubungan dengan jenis dan ukuran sortimen.

Penumpukan sortimen kayu (persegi) terdapat beberapa yaitu (Kasmudjo, 2010):

  1. Flat piling (cara penumpukan mendatar) adalah cara penumpukan sortimen kayu berupa susunan mendatar antar sortimen dilengkapi dengan stick (ganjel) yang tebalnya minimal sama dengan tebal sortimen yang dikeringkan.
  2. End piling (cara penumpukan miring bersandar) adalah cara penumpukan kayu yang dilengkapi adanya sandaran (dinding) tegak kemudian sortimen kayu disandarkan miring pada sandaran tersebut dan dilengkapi dengan ganjel antar sortimen.
  3. End racking (cara penumpukan bersandar miring berpadu) adalah cara penumpukan sortimen kayu yang dilengkapi dengan sandaran tegak ditengah-tengah.
  4. Clib piling (cara penumpukan berseling ujung berpadu mendatar) adalah cara penumpukan sortimen kayu yang dilakukan dilantai (diatas tanah kering) satu sama lain dari sortimen ditumpuk mendatar dan kedua ujungnya berpadu dengan ujung sortimen lainnya.
  5. Zig-zag (cara penumpukan mendatar berseling) adalah cara penumpukan sortimen kayu arah mendatar di atas lantai yang dilengkapi pondasi seperlunya.
  6. Square piling (cara penumpukan persegi mendatar) adalah cara penumpukan sortimen kayu arah mendatar dan berjarak antar dengan sortimennya.

Dua.3 Cara Pengeringan Kayu

2.3.1 Cara Pengeringan Alami (Air Seasoning)

Cara pengeringan alami memperhatikan faktor suhu, kelembaban udara & aliran udara tidak dapat dikendalikan dan tergantung apa adanya (lingkungan dimana kayu tersebut dikeringkan). Selain itu pengeringan alami memakan ketika usang walaupun biayanya murah dan mudah dilakukan seluruh orang. Sortimen kayu yang dikeringkan masih gampang diserang fungi & lain-lain organism perusak kayu bahkan mengalami retak & pecah-pecah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada dalam menyiapkan & melaksanakan pengeringan alami merupakan menjadi berikut (Kasmudjo, 2010):

  1. Lokasi/tempat merupakan hal yang perlu diperhatikan melalui luasnya harus memadai, tanahnya padat kering dan datar serta terbuka, kapasitas optimal.
  2. Pondasi tempat pengeringan harus dipersiapka dengan baik, kalau tidak kering harus dikeringkan atau diperkeras dan kalau belum rata harus diratakan.
  3. Cara penumpukan kayu sesuai dengan masing-masing cara penumpukan sortimen.

Pemantauan selama proses pengeringan harus selalu dilakukan, supaya dapat diperoleh hasil pengeringan yg sempurna yaitu waktunya cepat, hasil kayu yg dikeringkan berkualitas baik dan biayanya relative murah. Adapun beberapa pemantauan merupakan sebagai berikut:

  1. Waktu atau lamanya pengeringan, terkait dengan biaya pengeringan.
  2. Adanya cacat-cacat kayu selama proses pengeringan.
  3. Keadaan ganjelnya, mungkin ada yang rusak, lepas atau hilang harus segera diganti.
  4. Aktivitas tenaga kerja yang menangani.
  5. Biaya-biaya tambahan yang timbul selama proses pengeringan.

Pengeringan alami sukar dikendalikan faktor luarnya, maka kemungkinan timbulnya stigma-stigma dalam kayu yg dihasilkan relative lebih banyak dibandingkan menggunakan pengeringan pada dalam tanur.

Cacat-cacat yang mungkin terjadi di dalam pengeringan alami umumnya dari berdasarkan unsur-unsur kimia pada kayu & efek penyusutan yaitu:

  1. Adanya karat-karat yang berasal dari adanya jamur karat,adanya pewarnaan biru (blue stain) yang umumnya dimulai karena adanya jamur yang makan karbohidrat kayu tersebut.
  2. Cacat karena serangan jamur yang lama, misalnya jamur pewarna putih (mold), jamur pembusuk atau pelapuk yang memakan lignin atau selulosa kayu, dan jamur pewarna (decay) yang terjadi dalam waktu yang lama.
  3. Cacat karena serangan serangga perusak kayu, misalnya serangan kumbang (bubuk kayu) dan serangan rayap kayu.
  4. Cacat yang berasal dari proses penyustan kayu, misalnya retak permukaan ujung, pecah ujung (split), retak besar (crakes), pecah melintang (cross break), kayu longgar-lepas (knot-over), kayu melengkung (warp), dan lain sebagainya.

Dua.Tiga.Dua Cara Pengeringan Buatan

Cara pengeringan ini dilakukan dalam ruang khusus atau tertutp sebagai akibatnya faktor sirkulasi udara, suhu dan kelembaban udara dapat dikendalikan. Tiga faktor pada ruang pengeringan ni ada yang tidak dikendalikan semuanya karena beberpa pertimbangan ekonomi dan tujuan yang ingin dicapai.

Ada beberapa cara pengeringan buatan (Kasmudjo, 2010) adalah menjadi berikut:

  1. Pengeringan dengan kipas (fan) adalah tipe yang paling sederhana karena dalam ruang pengering hanya dilengkapi dengan kipas untuk mengatur sirkulasi udara.
  2. Pengeringan dengan suhu rendah adalah tipe pengeringan buatan ini hanya mengendalikan sebagian faktor luar di dalam ruang pengeringannya, misalnya pengeringan tipe green house, pengeringan tipe kolektor panas, pengeringan tipe de-humifikasi, dan pengeringan dengan uap suhu rendah.
  3. Pengeringan dengan tanur pengering (dry kiln) adalah tipe pengeringan paling memadai karena ruang pengering yang digunakan sudah dilengkapi dengan perlengkapan pengendalian suhu, kelembababan, dan aliran udara yang dapat dioperasikan sejak awal sampai hasil pengeringan mencapai kadar air yang diiginkan.

A. Pengeringan dengan Tanur Kompartemen

Pengeringan kayu dengan cara ini dilakukan dengan memasukkan tumpukan sortimen kayu (flat piling) kedalam ruang pengering kompartemen (hanya berupa satu ruangan saja). Tumpukan sortimen kayu yang dikeringkan, sekali dimasukkan ruang pengering kemudain mengalami proses pengeringan dan setelah kering dikeluarkan sekaligus dari ruang pengering tersebut. Keluar masuknya kayu biasanya melalui satu pintu yang sama (Yudodibroto, 1982).

Proses pengeringan dilakukan dengan cara mengatur suhu & kelembaban udara (dan aliran udara menurut kipas yg terdapat) pada ruangan tadi secara sedikit demi sedikit sinkron dengan jawdal pengeringan yg digunakan. Dimana seringkali suhu dan kelembaban udara konkret menurut ruang pengering nir sama dengan jawdal pengeringan yang deprogram, sampai setiap ketika wajib diadakan penyesuaian atau koreksi.

Suhu (panas) yang kurang dapat dinaikkan dengan cara menambah jumlah hembusan panas uap air kedalam ruang pengeringan, sebaliknya pada suhu yang lebih tinggi dapat diturunkan dengan cara menyemprotan titik-titik air (water spraying) kedalam ruang pengeringan tersebut.

B. Pengeringan dengan Tanur Progresif

Pengeringan dengan cara ini digunakan banyak ruang pengeringan sekaligus yang diatur prosesnya secara kontinyu sinkron jadwal ruang pengeringan masing-masing. Cara pengeringan ini sedikit lebih cepat & gampang dioperasikannya (Kasmudjo, 2010). Kelebihan tipe ini adalah konstruksi & peralatan pengeringan yg disiapkan nir mahal, penanganan operasional pengeringannya gampang, & hasil sortimen kayu yang telah dikeringkan bisa diperoleh secara kontinyu.

Sedangkan kekurangannya merupakan tidak cocok buat pengeringan kayu kapasitas terbatas, tidak bisa dipakai setiap waktu bila jumlah kayu yang akan dikeringkan nir relatif, dampak cuaca luar cukup besar lantaran proses memasukkan & mengeluarkan tumpukan kayunya berulang-ulang, dan lain sebagainya.

Tahap-tahap pengeringan secara teoritis meliputi termin proses evaporasi yang konstan yaitu proses evaporasi air bebas sel kayu yang tidak mempunyai impak dalam dimensi kayu itu sendiri. Tahap transisi adalah proses pengeluaran air terikat menurut dinding sel kayu yang mempunyai dampak perubahan dimensi kayu. Tahap eksponental merupakan tahap penyesuaian akhir kayu terhadap lingkungan.

Pengeringan kayu secara buatan dibedakan atas enam tahapan adalah menjadi berikut (Siska, 2020):

1. Pemanasan awal (preheating)

Tahap yang bertujuan buat penyamaan kadar air kayu supaya dapat diproses pada tahapan proses pengeringan yang sama serta menghilangkan tegangan-tegangan dalam kayu selama kayu ditimbun atau dikering alami.

2.Tahap pengeringan hingga titik jenuh serat

Tahap yang bertujuan buat mengeluarkan kandungan air bebas berdasarkan dalam kayu sebagai akibatnya kayu mencapai titik jenuh serat dan menghindarkan munculnya ekstraktif yg membarui rona kayu.

Tiga.Pengeringan sampai kadar air akhir

Tahap yg bertujuan buat mengeluarkan kandungan air terikat dalam dinding sel kayu sehingga kayu dapat dikeringkan sinkron menggunakan kebutuhan, menghindarkan cacat-cacat dampak perubahan bentuk atau pecah-pecah, dan menghindarkan keluarnya zat ekstraktif yang akan Mengganggu warna kayu.

4. Tahap pengkondisian

Tahap ini merupakan tahap penurunan sedikit persentase kadar air kayu dibawah target yang ditetapkan dengan cara sedikit menaikan temperature dan mengendalikan kelembaban relative sedikit kering.

Lima. Penyamaan atau pemerataan kadar air kayu

Tahap ini merupakan termin penyemprotan kedalam panggang sebagai akibatnya permukaan kayu sebagai sedikit basah dengan tujuan untuk menghilangkan tegangan pada kayu akibat kurang meratanya kadar air didalam bagian atas kayu.

6. Tahap pendinginan

Tahap ini adalah tahap penurunan perlahan-huma & penjagaan ketetapan sirkulasi udara dalam oven.

Dua.4 Faktor-faktor yang Menentukan Waktu dan Hasil

2.4.1 Faktor Dalam

Faktor dalam adalah faktor yang dari dan terkait menggunakan bahan standar kayunya sendiri. Ada beberapa faktor pada yaitu (Kasmudjo, 2010):

  1. Jenis kayu, bahwa setiap jenis kayu yang berbeda harus dikeringkan tersendiri dan tidak boleh dicampur dengan jenis kayu lain selama pengeringan berlangsung.
  2. Tebal sortimen kayu, bahwa setiap sortimen dengan tebal yang berbeda harus dikeringkan tersendiri dan tidak boleh dicampur selam proses, pengeringan tidak optimal, lama waktu pengeringan sukar untuk diprekdisi, yang tipis mungkin sudah kering tetapi yang tebal masih basah.
  3. Banyaknya kayu gubal dan teras, bahwa kayu gubal lebih cepat kering dibandingkan dengan kayu teras.
  4. Arah kayu serat kayu, bahwa sortimen-sortimen kayu yang berbeda, misalnya berserat lurus, terpuntir, berpadu dan sebagainya, agar dikeringkan tidak bersama-sama.

2.4.2 Faktor Luar

Faktor luar atau lingkungan adalah faktor-faktor yang berasal menurut lingkungan loka atau ruang pengeringan. Adapun beberapa faktor-faktornya merupakan sebagai berikut (Kasmudjo, 2010):

  1. Suhu dan kelembaban udara, ke duanya selalu saling terakit dan harus diatur secara tepat pada pengeringan alami, sedangkan pada pengeringan alami selalu berbanding terbalik pada suhu rendah maka kelembaban udaranya lebih tinggi.
  2. Sirkulasi udara, bahwa pada pengeringan alami tidak dapat dikendalikan sehingga upaya yang ada adalah mengatur tumpukan yaitu meberi ruang antar tumpukan yang cukup, ganjel yang memadai dan memperkeras lantai tempat pengeringan.

III. PENUTUP

tiga.1 Kesimpulan

Kesimpulan makalah pengeringan dan pengawetan kayu adalah menjadi berikut:

  1. Penumpukan sortimen kayu terdiri dari penumpukan mendatar, penumpukan bersandar, penumpukan bersandar miring terpadu, penumpukan berseling ujung terpadu mendatar, penumpukan mendatar berseling, dan penumpukan persegi mendatar.
  2. Cara pengeringan kayu terdiri dari pengeringan secara alami dan buatan.
  3. Proses pengeringan kayu secara buatan terdiri dari tahap pemanasan awal, tahap pengeringan sampai titik jenuh serat, tahap pengeringan sampai kadar air akhir, tahap pengkondisian, tahap penyamaan atau pemerataan kadar air kayu, dan tahap pendinginan.

Tiga.2 Saran

Saran pada makalah pengeringan dan pengawetan kayu ini merupakan bahwa ada baiknya makalah ini dilanjutkan mengenai pengawetan kayu, supaya mampu mengetahui hubungan kualitas kayu melalui pengawetan kayu, atau pengeringan kayu dengan pengawetan kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdika, A. 2007. Sifat Fisis, Mekanis, dan Keterawatan beberapa Jenis Kayu yang Dikeringkan menggunakan Oven Microwave. IPB. Bogor.

Hunt, G. M & G. A. Garratt. 1986. Wood Preservation (diterjemahkan dengan pengawetan kayu). CV. Akademia Pressindo. Jakarta.

Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.

Siska, G. 2020. Pengeringan Kayu secara Buatan. UPR. Palangka Raya.

Yudodibroto, H. 1982. Pengeringan Kayu Gergajian menggunakan Metode Tanur Pengering. UGM. Yogyakarta.

Salam Lestari,

Lamboris_Pane

Iklan Relaterd

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel